PENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik
sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang
berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan,
dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar
filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh
arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam
gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar
negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa
suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa
mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara
Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang
Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga
pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia.
Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada
Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas
tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa
inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki
tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk
benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada
masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat
beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga
mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan
Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat
fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua,
dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai
warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan
idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.
A. Landasan
Pendidikan Pancasila
1. Landasan
Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki
suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa
lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan
secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi
nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat
internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar
pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2. Landasan
Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja
melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat
dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual
kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut
dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai
dengan tuntutan jaman.
3. Landasan
Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa,
pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan
Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa
kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir,
bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis,
filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika
politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu mengambil
sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan
rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai
budaya demi persatuan bangsa.
4. Landasan
Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan
filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan
moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan
negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini
berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap
aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila
termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu
dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan
suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan
kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social
budaya, maupun pertahanan keamanan.
B.
Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku :
1. Beriman
dan takwa kepada Tuhan YME
2. Berkemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Mendukung
persatuan bangsa
4. Mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
individu/golongan
5. Mendukung
upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat.
Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan
tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan
Pancasila Secara Ilmiah
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu
dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
-
berobyek
-
bermetode
-
bersistem
-
bersifat universal
1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek
materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam
pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers
Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah
suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik
yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa
materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan
Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam
bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran
sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara,
naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi
nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin
dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode
adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila
untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam
pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan
materia Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu
suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak
berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik
obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman
penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa
didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu
pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian
dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian
saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi
(saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan
suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan,
inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya
kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun
jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain
intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada
hakekatnya bersifat universal.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam
hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan
masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam
pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif
: suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal
: suatu
pertanyaan “mengapa”
Normatif
: suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial
: suatu pertanyaan “ apa “
1. Pengetahuan
Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan
dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian
tentang kedudukan dan fungsinya.
2. Pengetahuan
Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang
sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses
kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis,
kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan
dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai
sumber
segala norma.
3. Pengetahuan
Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran,
parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara
normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan
kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
4. Pengetahuan
Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu
pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian
Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan
tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat
Pancasila).
Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam
kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi
pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek
penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun
norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan
adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan
tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila,
yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna yang terdalam
atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
D. Beberapa
Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki
pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan
hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam
proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita
deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara
kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian
Pancasila meliputi :
1.
Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin
dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal,
yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya batu
sendi, alas, dasar
Syiila artinya
peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang
memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila
mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha
terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap
golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah
Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima
aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh,
mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke
Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman
Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu
Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan
(Pancasila).
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh
ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima
larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri),
madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
2.
Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan.
Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan
Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan
UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar
negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara
yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara
historis proses perumusan Pancasila adalah :
a.
Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang
BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar
negara sebagai berikut :
1. Peri
Kebangsaan
2. Peri
Kemanusiaan
3. Peri
Ketuhanan
4. Peri
Kerakyatan
5. Kesejahteraan
Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai
rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara
sebagai berikut :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kebangsaan
persatuan Indonesia
3. Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr.
Soepomo
Pada sidang
BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai
berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan
rakyat
c.
Ir. Soekarno
Pada sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut
dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme
atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme
atau Perikemanusiaan
3. Mufakat
atau Demokrasi
4. Kesejahteraan
Sosial
5. Ketuhanan
yang berkebudayaan
Selanjutnya
beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio
Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi
dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila
masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong
royong”.
d. Piagam
Jakarta
Pada tanggal
22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang
menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan
sebagai berikut :
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia
mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan
Pancasila sebagai berikut :
a.
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Peri
Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan
Sosial
b. Dalam
UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Peri
Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan
Sosial
c.
Dalam kalangan masyarakat luas
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Peri
Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan
Rakyat
5. Keadilan
Sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS
No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
Read more: http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridis-dan.html#ixzz3FML3TiNo
Kronologis proklamasi Indonesia merdeka
13 Votes
Kronologis proklamasi Indonesia merdeka |
6 agustus 1945 Pada tanggal 6 agustus 1945 kota Hiroshima di Jepang di bom oleh Amerika Serikat yang mengakibatkan moral tentara jepang diseluruh dunia menurun. 7 agustus 1945 Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Zyunbi IInkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. 9 agustus 1945 bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki pada tanggal 9 agustus 1945 sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. 10 agustus 1945 Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 agustus 1945 bahwa jepang telah menyerahakn diri kepada pihak sekutu. Para pejuang bawah tanah menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang dan bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI. Syahrir langsung memberitahukan tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah kepada Chairil Anwar. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir. 12 agustus 1945 melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, jepang mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. 14 agustus 1945 Pada tanggal 14 agustus 1945 Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang. 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Sutan Sjahrir, salah satu tokoh pemuda mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta. 16 Agustus 1945 Gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5] Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari otto iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Isi teks proklamasi Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah: Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605. Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi. Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh. Hatta, A. Soebardjo, dan dibantu oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, hari 17, bulan 8, tahun 45 Wakil2 bangsa Indonesia. sumber : - http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Republik_Indonesia |
Kamis, 14 November 2013
Kronologis Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Keterlibatan
Jepang dalam perang dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam kehidupan bangsa
Indonesia yang di jajah Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini disebabkan
bersamaan dengan masuknya tentara Jepang tahun 1942 di Nusantara, maka berakhir
pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan
penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang
terlibat perang.
Menjelang
akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan
perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah
Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri
Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku
Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi
Haroda tanggal 1 maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29
April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk
BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau mencerminkan
suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman
Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso dan Penjabat yang
mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Hchibangase”. Dalam melaksanakan
tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan
panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila
sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai
berikut.
a.
Sidang BPUPKI I : Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada
29 Mei - 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal
29 Mei 1945 Mr. Muh Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan
sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan
kepada BPUPKI.
Baik dalam kerangka
uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon
dasar negara yaitu :
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri ke-Tuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul
tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD
itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan
Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
b.
Mr . Soepomo, pada tanggal 31
Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar
negara, yaitu sebagai berikut :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar Bangsa
c.
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, diantaranya adalah Ir. Soekarno . Usul ini disampaikan
pada 1 Juni 1945 yang kemudian
dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu
melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip,
dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran
seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena
itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan
Pancasila.
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3.
Mufakat,-atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan
Trisila
1.
Socio-nationalisme
2.
Socio-demokratie
3.
ke-Tuhanan
Rumusan
Ekasila
1.
Gotong-Royong
d.
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan
anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945.
Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk
sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul
anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22
Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota
BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia
kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan")
yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan
hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang
menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki
bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di
bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia
Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.
Dokumen ini pula yang disebut Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan
dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan
kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan
rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
1. Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Catatan :
Paniti kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa
catatan-catatan tertulis selama sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan
bersama-sama dengan 38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa Hookookai
dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : Ir. Soekarno
Anggota : 1) K.H.A Wachid Hasjim, 2) Mr. Muhammad Yamin, 3) Mr.
A.A. Maramis, 4) M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, 5) R. Otto Iskandar Dinata, 6)
Drs. Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo.
Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah
membentuk lagi satu Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs.
Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir.
Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso,
dan H. Agus Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai panita 9
(sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
e. Sidang
BPUPKI II : Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli
1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas
kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua
buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf
1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4
tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI
tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu
dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan
rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi
pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
f.
PPKI : Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia
(lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang)
menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal
17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui
Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar
negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno
segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula,
wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan , Mr. Kasman Singodimedjo dan
Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan
konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan
rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi
keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18
Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu
dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar”
dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan
nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang
nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila sebagai
berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia
16
Agustus 1945
Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945.
Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.
Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945.
Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.
17
Agustus 1945 Pembacaan Teks Proklamaasi di Jl. Pegangsaan Timur no. 56
(sekarang gedung pola).
MASA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pembentukan pemerintahan Indonesia:
a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945)
- Mengesahkan UUD 1945ü
- Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakilü
- Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan - wakil sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945)
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
- Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya
- Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya.
c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu;
- Komite Nasional Indonesia (KNI)
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pembentukan pemerintahan Indonesia:
a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945)
- Mengesahkan UUD 1945ü
- Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakilü
- Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan - wakil sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945)
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
- Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya
- Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya.
c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu;
- Komite Nasional Indonesia (KNI)
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar